Tuesday, June 10, 2014

Filsafat Hindu

FILSAFAT HINDU


Filsafat Hindu bisa dibagi menjadi 6 sekolah "astika" (ortodox) atau darshana (pandangan), dimana menerima Weda sebagai sumber sastra utama. Dan 3 sekolah "nastika" (heteredox), yang tidak menerima Weda sebagai sumber sastra utama.


Sekolah2 Astika adalah:


1. Sankhya.

Samkhya atau Sankhya adalah filsafat Hindu Ortodox yang paling tua. Samkhya menyatakan semuanya adalah realitas yang berasal dari purusha (diri, atman, jiwa) dan prakriti (material, energy). Ada banyak jiwa yang hidup (Jeevatmas) dan semuanya memiliki kesadaran. Prakriti terdiri dari 3 sifat (guna): aktif (rajas), malas (tamas), tenang (sattva) (sattva ini timbul jika 2 sifat/guna yang lainnya berada dalam keseimbangan). Karena hubungan yang melekat antara jiwa dan 3 sifat tadi, sehingga dunia ini berevolusi. Kebebasan jiwa bisa dicapai jika jiwa menyadari bahwa ia berada diatas dan diluar tiga sifat tadi (terlepas dari ikatan 3 sifat/triguna tadi). Samkhya adalah filsafat dualitas, tapi berbeda dengan bentuk dualitas yang lain. Di barat, dualitas adalah antara pikiran dan tubuh, sedangkan Samkhya antara jiwa dan materi (dalam hal ini pikiran termasuk materi). Konsep atman (jiwa) berbeda dengan konsep pikiran. Jiwa adalah realitas absolut merasuki semuanya, abadi, tidak bisa dihancurkan, tidak berbentuk, kesadaran murni. Jiwa adalah non-materi dan diluar intelek. Pada dasarnya, Samkhya adalah non-theis, tapi pertemuannya dengan filsafat Yoga menjadi theis.

2. Yoga

Filsafat Yoga sangat dekat dengan Samkhya. Sekolah Yoga ditemukan oleh Patanjali dengan menerima psikolgi dan metafisik dari Samkhya, tapi lebih theistik dari Samkhya, sebagai contoh dengan menambah entitas Tuhan pada 25 element realitas Samkhya. Persamaan antara Yoga dan Samkhya sangat dekat seperti Max Muller bilang "kedua2nya searah susah membedakan, bisa dibilang Samkhya dengan Tuhan dan Samkhya tanpa Tuhan..." .
Kitab utama sekolah Yoga adalah Yoga Sutra oleh Patanjali, yang dianggap sebagai penemu filsafat Yoga.

3. Nyaya

Sekolah Nyaya didasari oleh Nyaya Sutra yang ditulis oleh Aksapada Gautama, sekitar abad 2 SM. Kontribusi paling penting dari sekolah ini adalah metodeloginya. Metodeloginya didasari oleh sistem logika yang selanjutnya dipakai oleh mayoritas sekolah di India. Ini membandingkan hubungan antara sains barat dengan filsafat, yang mana sebagian besar diambil dari Logika Aristotelian.
Sayangnya, Nyaya dianggap lebih logikal dari sebenarnya oleh pengikutnya. Mereka percaya hanya dengan mendapatkan ilmu pengetahuan yang valid saja bisa terbebas dari penderitaan, dan mereka rela menderita hanya untuk meneliti validitas dari sebuah sumber ilmu, untuk memisahkan yang salah/tidak valid. Menurut Nyaya, ada 4 sumber pengetahuan: persepsi, kesimpulan, perbandingan, testimoni. Pengetahuan dicari melalui itu semua untuk menentukan apakah valid atau tidak valid. Nyaya mengembangkan beberapa kriteria validitas. Misalnya, Nyaya adalah mungkin yang paling dekat dengan filsafat analisa India. Yang pada akhirnya Nyaya memberikan bukti logis terhadap eksistensi dan keunikan Ishvara sebagai jawaban atas Buddhism, dimana saat itu Buddhism pada dasarnya non-theis. Nyaya selanjutnya yang lebih dikenal adalah navya-nyaya/ neo-nyaya.

4. Vaisheshika

Sekolah Vaisheshika ditemukan oleh Kanada dan menekankan keberagaman atom. Semua obyek di alam fisik bisa diuraikan menjadi atom2 tertentu, dan Brahman dianggap sebagai kekuatan fundamental yang menyebabkan kesadaran pada atom2 ini.
Walaupun Sekolah Vaisheshika berkembang terpisah dari Nyaya, dua2nya akhirnya bergabung karena persamaan teori tentang metafisika. Pada awal2nya, bagaimanapun Vaisheshika dibedakan dengan Nyaya pada hal krusial, dimana Nyaya menerima 4 sumber pengetahuan validitas, Vaisheshika hanya menerima 2: persepsi dan kesimpulan.

5. Mimamsa

Obyektifitas utama adalah sekolah Purva Mimamsa, didirikan untuk otoritas Weda. Selanjutnya, sekolah ini sangat berjasa dalam kontribusinya menentukan aturan2 perumusan penafsiran Weda. Pengikut Mimamsa percaya bahwa seseorang harus mempunyai kepercayaan yang gak perlu dipertanyakan terhadap Weda dan melaksanakan selalu Yajnas, atau ritual api suci. Mereka percaya dalam kekuatan mantra dan yajnas lah aktifitas semesta ini bisa berjalan. Untuk mendukung kepercayaan ini, mereka sangat menekankan pada dharma, yang terdiri dari melakukan ritual2 Weda.
Mimamsa menerima ajaran logika dan filsafat dari sekolah2 lain, tapi mereka merasa belum cukup sehingga ditekankan adalah tingkah laku yang benar. Mereka percaya bahwa pemikiran sekolah2 yang lain yang bertujuan untuk kebebasan (moksha) tidak bisa benar2 bebas dari keinginan dan keegoan, karena usaha untuk kebebasan malah dihalangi oleh keinginan sederhana yaitu keinginan untuk bebas. Menurut pemikiran Mimamsa, hanya dengan bertingkah laku sesuai sesuai yang tertulis di Wedalah orang bisa mencapai kebebasan.
Sekolah Mimamsa akhirnya merubah pandangannya dan mulai mengajarkan doktrin Brahman dan pencapaian Kebebasannya. Pengikut2nya kemudian menyatakan untuk mencapai kebebasan jiwa harus diimbangi dengan kegiatan pencerahan. Meskipun Mimamsa tidak begitu menarik perhatian para ahli2 filsafat, tapi pengaruhnya masih bisa dirasakan dalam kehidupan Hindu sampai sekarang, karena semua ritual Hindu, upacara dan hukum2 dipengaruhi oleh sekolah ini.

6. Vedanta

Vedanta atau kelanjutan dari Sekolah Mimamsa, lebih mengutamakan ajaran filsafat dari Upanishad daripada perintah2 ritual dari Brahmana.
Ketika tradisi ritual Weda trus berlangung sebagai ritual meditatif dan untuk mencari kedamaian, pusat2 pengajaran ilmu pengetahuan semakin banyak muncul. Ini adalah aspek mistik dari agama Weda yang fokus pada meditasi, desiplin diri, spiritual lebih daripada tradisi2 ritual.
Bisa dikatakan Vedanta adalah esensi dari Weda, dibungkus oleh Upanishads (pemikiran2 Weda tentang kosmologi, himne dan filsafat). Brihadaranyaka Upanishad adalah dipercaya sudah ada jauh sebelum 3.000 tahun lalu. Upanishad ada 100an lebih, dimana 13 upanishads dianggap sebagai pokok. Kontribusi yang paling signifikan dari Weda adalah ide tentang kesadaran diri dan dilanjutkan dengan tidak dibedakannya kesadaran tadi dengan Brahman.
Ungkapan2 dalam Vedanta diberikan dalam bentuk perumpamaan, kiasan dan puisi, dan boleh ditafsirkan bermacam2. Mengakibatkan Vedanta dipisahkan menjadi 6 cabang sekolah, setiap penafsiran teks tertentu dalam cara tertentu dan menghasilkan seri tertentu juga dalam ajarannya.
Diantaranya adalah:
Adi SankaracharyaAdi Sankaracharya

- Advaita oleh Adi Shankaracharya (788-820) = Advaita Vedānta dikemukakan oleh Adi Sankara dan kakek gurunya Gaudapada, dengan menulis Ajativada. Menurut sekolah Advaita Vedanta ini, Brahman adalah satu2nya yang nyata, dan dunia yang seperti terlihat ini adalah ilusi. Dikarenakan hanya Brahman satu2nya yang nyata, maka Brahman tidak bisa dibilang memiliki atribut apapun. Kekuatan ilusi dari Brahman disebut Maya yang menyebabkan dunia ini ada. Ketidaktahuan dari kenyataan ini adalah penyebab semua penderitaan di dunia ini, dan hanya melalui pengetahuan yang benar tentang Brahman, seseorang bisa mencapai pembebasan. Ketika seseorang mencoba untuk mengetahui Brahman melalui pikirannya yang masih diseliputi Maya, maka Brahman muncul dalam bentuk Tuhan (Ishvara), yang terpisah dari dunia dan mahluk. Pikiran ada, Tuhan/Ishvarapun ada; pikiran terlampaui, Isvarapun tidak ada, yang ada hanya Brahman. Pada kenyataannya, tidak ada bedanya antara jiwa individu jivatman (atman) dan Brahman. Pembebasan terjadi dengan mengetahui kenyataan ini yakni tidak-ada-perbedaan (non-dualitas = a-dvaita). Maka, jalan untuk pembebasan adalah hanya dengan pengetahuan (jnana). Kelanjutan ajaran Advaita disebarkan oleh Ramakrishna, Svami Vivekananda, Sri Ramana Maharsi.

- Visishtadvaita oleh Ramanujacharya (1040-1137) Vishishtadvaita dikemukakan oleh Ramanuja/Ramanujacharya yang menyatakan bahwa jīvātman adalah bagian dari Brahman, yang akhirnya dinyatakan sama tapi tidak identik. Perbedaan pokok dengan Advaita adalah Visishtadvaita menyatakan Brahman memiliki atribut, termasuk kesadaran jiwa individu/Atman juga materi. Brahman, Atman dan Materi adalah berbeda tapi satu dengan lainnya tidak bisa dipisahkan. Sekolah ini mengemukakan Bhakti atau pemujaan kepada Tuhan dalam bentuk Vishnu sebagai jalan pembebasan. Maya dilihat sebagai kekuatan mencipta dari Tuhan.

- Dvaita oleh Madhvacharya (1238-1317) Dvaita dikemukakan oleh Madhwacharya. Ini juga disebut sebagai tatvavādā - Filsafat Realitas. Sekolah ini mengidentifikasikan Tuhan sebagai Brahman secara mutlak, dalam bentuk Vishnu atau inkarnasiNya seperti Krishna, Narasimha, dll. Dalam hal ini juga dikenal sebagai filsafat sat-vaishnava untuk membedakan dengan sekolah Vishishtadvaita oleh sri-vaishnavism. Dvaita ini menyatakan Brahman, jiwa individu (jivatman) dan materi semuanya abadi dan merupakan entitas yang berbeda2. Sekolah ini juga menganjurkan Bhakti sebagai jalan pembebasan yang sattvic/tenang dimana kebencian (Dvesha) dan ketidakpedulian terhadap Tuhan akan membawa ke neraka yang abadi dan penderitaan abadi. Pembebasan adalah keadaan pada pencapaian tingkat maksimal kesenangan dan kesedihan, yang diberikan kepada jiwa (pada akhir sadhana/kesadaran), berdasarkan ikatan jiwa dan sifat2 alami kebaikan dan kejahatan. Achintya-adbhuta shakti (kekuatan tanpa batas) dari Tuhan Vishnu adalah sebagai penyebab utama dari alam semesta dan materi awal (prakrti) adalah penyebab material alam. Dvaita juga mengemukakan bahwa semua aksi dilakukan oleh Tuhan untuk menghidupi jiwa2, dan menganugrahkan hasil kepada jiwa2 sedangkan diriNya sendiri tidak terpengaruh sedikitpun oleh hasil tersebut.

- Dvaitadvaita (Bhedabheda) oleh Nimbarka abad 13 Dvaitādvaita dikemukakan oleh Nimbārka, berdasarkan sekolah sebelumnya yaitu Bhedābheda, yang diajarkan oleh Bhaskara. Menurut sekolah ini, Jivatman bisa sama dan bisa berbeda dengan Brahman. Hubungan Jiva dengan Brahman bisa seperti Dvaita dalam satu sudut pandang, bisa seperti Advaita dari sudut pandang yang lain. Di sekolah ini, Tuhan divisualisasikan sebagai Krishna.

- Shuddhadvaita oleh Vallabhacharya (1479 - 1531) Shuddhadvaita dikemukakan oleh Vallabha/Vallabhacharya. Sistem sekolah ini juga mengidentifikasikan Bhakti sebagai satu2nya jalan pembebasan. Dunia ini dikatakan sebagai permainan (Leela) dari Krishna, yang sat-chit-ananda (eksistensi, kesadaran, kebahagiaan).

- Acintya Bheda Abheda oleh Chaitanya Mahaprabhu (1486-1534), Achintya Bhedābheda dikemukakan oleh Chaitanya Mahaprabhu, dia adalah pengikut Dvaita vedantanya Sri Madhwacharya. Doktrin yang menyatakan tidak bisa dibayangkan dan secara bersamaan keadaan penyatuan dan pemisahan dari jiwa dan energi Tuhan, adalah dua2nya berbeda dan tak-berbeda dari Tuhan, dimana Dia diidentifikasikan sebagai Krishna, Govinda, meskipun tidak bisa dipikirkan, bisa dialami melalui proses kecintaan dan bakti. Filsafat tentang "tidak bisa dibayangkan, penyatuan dan pemisahan" diikuti oleh beberapa gerakan modern Gaudiya Vaisnava, termasuk ISKCON (International Society for Krishna Consciousness) yang lebih dikenal dengan Hare Krishna ditemukan oleh Svami Prabhupada.


Sekolah2 Nastika adalah:

1. Buddhisme
2. Jainisme
3. Carvaka, sekolah material skeptis, yang sudah punah sekitar abad 15 karena kitab utamanya hilang.

Di sejarah Hindu, perbedaan dari sekolah2 diatas terjadi pada "jaman emas". Kemudian sekolah2 Vaishshika dan Mimamsa tidak muncul pada akhir jaman pertengahan, dimana bermacam2 cabang sekolah dari Vedanta (Dwaita "dualisme" dan Adwaita "non-dualisme", dan yang lainnya) mulai muncul dan banyak dipakai sampai sekarang. Nyaya bertahan sampai abad 17 sebagai "Navya Nyaya" Neo-Nyaya, sedangkan Sankhya dikit demi sedikit kehilangan statusnya sebagai sekolah lepas. Tapi inti ajarannya mempengaruhi Yoga dan Vedanta.


Sumber: wikipedia dan site lainnya

By: Jiwa Negara Yanik

No comments:

Post a Comment